Translate

Jumat, 24 Februari 2012

KULIAH UMUM BERSAMA ANINDYA N. BAKRIE DI UNIVERSITAS MULAWARMAN

kuliah umum bersama bapak ANINDYA N. BAKRIE '' JADI PENGUSAHA, SIAPA TAKUT?" di Gedung Pertemuan lt.4 rektorat UNIVERSITAS MULAWARMAN

K3



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan salah satu persyaratan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan, di samping itu K3 adalah hak asasi setiap tenaga kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Ageement (AFTA) dan World Trade Organization (WTO) serta Asia Pacific Ecomoic Community (APEC) yang akan berlaku tahun 2020, dan untuk memenangkan persaingan bebas ternyata kesehatan dan keselamatan kerja juga menjadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh industri di Indonesia.

Ergonomi yang merupakan pendekatan multi dan interdisiplin yang berupaya menserasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan kebolehan dan batasan tenaga kerja sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, nyaman dan efisien.

Dalam hal ini ergonomi juga berupaya menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Tujuan ergonomi dan K3 hampir sama yaitu untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja. Oleh karena itu ergonomi dan K3 perlu diterapkan di semua tempat kerja untuk meningkatkan kesehatan daan keselamatan kerja tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja tenaga kerja.

Namun kenyataannya penerapan ergonomi dan K3 di perusahaan terutama di perusahaan kecil dan menengah masih jauh dari yang diharapkan. Program-program ergonomi dan K3 sering menempati prioritas yang rendah dan terakhir bagi manajemen perusahaan. Memang kesehatan dan keselamatan kerja bukanlah segala-galanya, namun tidak disadarinya bahwa tanpa kesehatan dan keselamatan kerja segalanya tidak berati apa-apa.

Menyadari pentingnya ergonomi dan K3 bagi semua orang di manapun berada maupun bekerja, serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan.

Dengan tingkat kesehatan dan keselamatan kerja yang baik jelas mangkir kerja
karena sakit akan menurun, biaya pengobatan dan perawatan akan menurun, kerugian akibat kecelakaan akan berkurang, tenaga kerja akan mampu bekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, keuntungan akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan karyawan maupun pemberi kerja akan meningkat.

Untuk itu berbagai upaya hendaknya dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk juga penelitian-penelitian dari perguruan tinggi guna mencari solusi terbaik untuk memperbaikinya.


1.2            TUJUAN








































BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul.

Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai risiko yang
mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai risiko tersebut adalah
kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan
kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak
dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah
manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan
kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.

Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.

Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk
“fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan,
sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik
bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja
yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.

Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi :
- Tehnik
- Fisik
- Pengalaman psikis
- Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot
dan persendian
- Anthropometri
- Sosiologi
- Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up
take, pols, dan aktivitas otot.
- Desain, dll





2.1 Pelatihan Ergonomi

Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya
berlatar belakang pendidikan tehnik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun
ada juga yang dasar keilmuannya tentang desain, manajer dan lain-lain.

Akan tetapi semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan lingkungan
kerja.



2.2 Aplikasi/penerapan Ergonomik:

1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil
selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang
belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada
dua kaki.

2. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi
waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus
dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.

3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata.

4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang berlebihan.

a. Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO
sbb:
- Laki-laki dewasa 40 kg
- Wanita dewasa 15-20 kg
- Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg
- Wanita (16-18 th) 12-15 kg

b. Organisasi kerja
Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
- Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
- Frekuensi pergerakan diminimalisasi
- Jarak mengangkat beban dikurangi


- Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi.
- Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.

c. Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik
dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada
dua prinsip :
- Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
- Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum
berat badan.

Metoda ini termasuk 5 faktor dasar :
o Posisi kaki yang benar
o Punggung kuat dan kekar
o Posisi lengan dekat dengan tubuh
o Mengangkat dengan benar
o Menggunakan berat badan

d. Supervisi medis
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis
teratur.
- Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan
beban kerjanya
- Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan
- Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan,
khususnya pada wanita muda dan yang sudah berumur.



2.3 Kelelahan/Fatique

Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi
kelelahan, dalam hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan
jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan/membaginya sebagai
berikut :

1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat
dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau
tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur
yang cukup.

2. Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya
muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.



3. Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan
sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita
psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan
mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.

4. Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun
seseorang mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal
dibawah ini akan mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya
terjadi :

· Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan
ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising
· Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat
yang cukup saat makan siang.
· Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.
· Tempo kegiatan tidak harus terus menerus
· Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat
mungkin, kalau memungkinkan.
· Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam
peningkatan semangat kerja.
· Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.
· Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja
· Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
- Pekerja remaja
- Wanita hamil dan menyusui
- Pekerja yang telah berumur
- Pekerja shift
- Migrant.
· Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat
stimulan atau zat addiktif lainnya perlu diawasi.

Pemeriksaan kelelahan :
Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti
tes pada kelopak mata dan kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan
mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada serabut otot secara elektrik dan
sebagainya.


Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada
hubungannya dengan masalah ergonomi, karena mungkin saja masalah
ergonomi akan mempercepat terjadinya kelelahan.








BAB 3
METODE



Metode Ergonomi

1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja,
inspeksi tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan,
ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya.
Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai
kompleks.

2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar
pada saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi
meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli
furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.

3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif
misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit,
nyeri bahu dan siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara
obyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi
sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.























BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari hasil observasi selama menerapkan prnsip ergonomi dan K3 di beberapa perusahaan kecil dan menengah diperoleh bahwa semua orang dan semua manejer perusahaan memahami bahwa kesehatan dan keselamatan kerja penting dalam usaha peningkatan produktivitas perusahaannya.

Hal ini tampak dari saat penerimaan karyawan baru pelamar harus melampirkan surat keterangan sehat dan setiap pembelian mesin baru tentu sudah ada bagaimana pengamanannya.

Setiap tahun dari 12 Januari s/d 12 Februari adalah bulan K3, di mana semua perusahaan diwajibkan melakukan upaya K3 disertai pemasangan bendera K3. Sering diselenggarakan lomba K3 bahkan kampanye zero eccident telah sering dilakukan. Namun dalam penerapannya hanya baru dalam pemasangan bendera K3 saja. Itupun dilakukan setahun sekali.

Penerapan selanjutnya dalam operasional usahanya sering kesehatan dan keselamatan kerja maupun ergonomi dilupakan atau diingat terakhir kalau terjadi kecelakaan atau musibah.

Dari observasi penerapan K3 dan ergonomi di beberapa perusahaan ada factor sebagai penghambat:

  1. Petugas kesehatan dan keselamatan kerja belum mampu menunjukkan keuntungan program kesehatan dan keselamatan kerja dalam bentuk uang pada perusahaan.

 Selama ini tujuan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja baru sampai pada tahap menciptakan tempat dan lingkungan kerja yang sehat dan aman saja, sehingga karyawan sehat dan selamat dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan penerapan ergonomi lebih maju sedikit karena mengupayakan agar tenaga kerja mampu bekerja secara sehat, selamat dan efisien sehingga produktivitas kerjanya meningkat.

Dari penerapan Ergonomi dan K3 akan mampu menurunkan angka kesakitan maupun angka kecelakaan serta angka absensi karena sakit dan kecelakaan. Apabila tujuannya sampai disitu saja sudah dianggap selesai wajarlah para manejer menganggap program kesehatan dan keselamatan kerja maupun ergonomi hanya untuk kepentingan tenaga kerja saja dan sebagai pengeluaran (cost) saja, dan para pengusaha tidak mementingkan angka kesakitan, angka kecelakaan karena yang mereka inginkan dari penerapan K3 dan ergonomi adalah berapa mereka bisa menekan biaya atau berapa mereka bisa saving money atau berbahasa perusahaan (Wilson and Corlet, 1990).

Disinilah yang selalu menjadi kendala karena pengusaha menginginkan manfaatnya dalam bentuk uang atau penghematan uang, sedangkan penerapan ergonomi dan K3 belum mampu menyuguhkan data sampai kesitu.
2. Manajemen perusahaan memberikan prioritas rendah dan paling belakang pada program K3 dan ergonomi dalam program kerja perusahaan.

Dalam pengoperasian perusahaan apapun jenis usahanya ternyata program ergonomi dan K3 merupakan prioritas yang rendah bukan sebagai program penting dalam perusahaan. Sehingga setiap pengusulan program ergonomi dan K3 selalu dana sisa setelah program yang lain selesai. Padahal program ergonomi dan K3 mampu mendukung percepatan pencapaian tujuan perusahaan.

Dalam hal ini kemungkinan juga ada kaitannya karena petugas K3 dan ergonomi belum mampu menunjukkan pada pengusaha bahwa penerapan ergonomi dan K3 mampu meningkatan keuntungan perusahaan.

Pemberian prioritas rendah pada prgram ergonomi dan K3 dapat dilihat dari :
1. Setiap rapat operasional/operation meeting jarang bahkan tidak pernah melibatkan tenaga kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Posisi bagian kesehatan dan keselamatan kerja dalam struktur organisasi sering di bawah personalia (HRD)
3. Dalam pemilihan, pembelian atau pengadaan peralatan kerja maupun mesin jarang
melibatkan bagian kesehatan dan keselamatan kerja.
4. Dalam rencana pengembangan perusahaan atau industri jarang melibatkan bagian kesehatan dan keselamatan kerja.
5. Dalam penentuan prioritas program perusahaan jarang melibatkan bagian kesehatan dan keselamatan kerja.
6. Kalau ada masalah kesehatan atau kecelakaan baru ditegur pertama adalah tenaga kesehatan dan keselamatan kerja.
7. Perhargaan dan insentif pada tenaga kesehatan dan keselamatan kerja sangat kurang.

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena petugas K3 maupun ergonomi belum mampu memberikan kontribusi dalam manajemen perusahaan baik dalam upaya peningkatan produksi, peningkataan pemasaran, apalagi dalam peningkatan keuntungan dalam bentuk uang.

Seharusnya tujuan program K3 dan ergonomi di perusahaan selaras dengan tujuan perusahaan yaitu untuk peningkatan keuntungan. Dalam hubungan ini petugas K3 dan ergonomi perlu lebih banyak berkomunikasi dan menganalisis hasil pelaksanaan program K3 dan ergonomi sampai pada analisa cost and risk serta cost and benefit.

Memang membutuhkan cara analisa yang lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Kalau ini bisa dilakukan maka cara pandang manajemen terhadap petugas K3 dan ergonomi akan berubah.






3. Program K3 dan ergonomi lebih banyak program kuratif dibandingkan program Preventif dan promotif.

Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan adalah upaya pencegahan dan promosi agar kesehatan dan keselamatan tenaga kerja lebih baik sehingga mampu bekerja lebih efisien agar produktivitas kerjanya lebih tinggi.

Namun dalam prakteknya petugas kesehatan dan keselamatan kerja jarang berkunjung ke tempat kerja karyawan, sehingga mereka kurang memahami apa yang dilakukan karyawan sehingga tidak mampu memberikan solusi perbaikan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Tenaga kesehatan boleh bilang hanya memindahkan poliklinik rumah sakit ke perusahaan. Ini berarti programnya lebih banyak curatif, kurang memperhatikan langkah-langkah preventif rehabilitatif apalagi upaya promotif.

Padahal tindakan preventif dan promotif merupakan program utama dalam upaya meningkatkan efisiensi kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja. Kalau hanya kuratif yang dikerjakan wajar sepintas hanya pengeluaran saja.

Di samping itu tenaga kesehatan sering kurang memperhatikan efisiensi dalam memberikan pengobatan sehingga sering sebagai pemborosan. Sebab sering dijumpai pemberian obat kurang rasional dan berlebihan dan kurang memperhatikan cost sehingga biaya pengobatan menjadi tinggi, misalnya pemberian obat simtomatis 15 biji, padahal setelah makan satu atau dua biji keluhan sudah hilang kenapa tidak diberi 3-6 biji saja toh karyawan setiap hari ke perusahaan, kan bisa mengirit 9-12 biji. Coba kalau 100 karyawan yang mengeluh setiap hari berapa pemborosannya.

Dalam penerapan program kesehatan, keselamatan kerja maupun ergonomi harus selalu diingat bahwa manusia sebagai tenaga kerja memiliki kemampuan, kebolehan dan keterbatasan, sedangkan setiappekerjaan yang akan dihadapi karyawan dapat dikelompokkan dalam task, organisasi dan lingkungan.
           
Dalam penerapan program kesehatan, keselamatan kerja dan ergonomi, pertama diusahakan agar task, organisasi dan lingkungan ini diserasikan dengan kemampuan, kebolehan dan batasan manusia (to fit the task to the man) sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien.

Ini dapat dilakukan apabila prinsip kesehatan, keselamatan kerja dan ergonomi
diterapkan sejak perencanaan.

Tetapi apabila task, organisasi dan lingkungan tidak mampu diserasikan dengan baik baru manusia menyesuaikan diri terhadap tugas yang diberikan (to fit the man to the task). Ini perlu diperhatikan untuk meminimalkan resiko yang mungkin timbul dan meningkatkan produktivitas kerjanya.




4. Kurangnya pengetahuan mengenai K3 dan ergonomi dari pihak manajemen maupun karyawan.

Pengetahuan manajemen dan karyawan mengenai K3 dan ergonomi masih sangat kurang sehingga sering menjadi faktor penghambat dalam penerapan K3 dan ergonomi. Tetapi melalui penjelasan mengenai maksud dan tujuan diterapannya K3 dan ergonomi sering membantu memperlancar bahkan menjadi pemacu program selanjutnya.

Oleh karena itu sebelum menerapkan program K3 maupun ergonomi haruslah dijelaskan dengan sebaik-baiknya maksud dan tujuan program yang akan diterapkan kepada manajemen maupun karyawan.


5. Keterbatasan modal

Akibat program yang belum jelas manfaatnya dari sudut pengeluaran dan keuntungan, serta terjadinya pengeluaran yang besar untuk pelaksanaan program K3 dan ergonomi, apalagi disertai modal yang terbatas maka pelaksanaan program K3 dan ergonomi tidak menjadi prioritas bagi manajemen
maupun karyawan.

Walaupun modal terbatas kalau tujuan program sudah jelas apalagi mampu untuk menekan pengeluaran dan bisa meningkatkan keuntungan maka modal yang terbatas kemungkinan bisa disisihkan untuk penerapan program K3 dan ergonomi.


6. Pengawasan dan penerapan sangsi yang lemah oleh pemerintah.

Penerapan peraturan yang tidak disertai dengan pengawasan dan sangsi yang ketat dan kontinyu seperti penerapan program K3 dan ergonomi tidak akan bisa berjalan sesuai yang diharapkan.

Namun dengan adanya tuntutan konsumen atau para importir pelaksanaan K3 menjadi kategori diterima atau tidaknya produk suatu perusahaan maka mau tidak mau program K3 harus dilaksanakan.














BAB 5
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari beberapa hasil observasi sejak tahun 1995 dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih banyak dijumpai diperusahaan.-perusahaan. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab rendahnya produktivitas kerja karyawan.

Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja sering ditempatkan pada prioritas rendah dan terakhir dalam operasional perusahaan, hal ini disebabkan oleh beberapa factor:

1. Petugas K3 dan ergonomi belum mampu menunjukkan keuntungan dari program kesehatan dan keselamatan kerja atau belum mampu berbahasa perusahaan.
2. Manajemen masih memberikan prioritas rendah dan terakhir pada program K3 dan ergonomi dalam program kerja perusahaannya.
3. Dalam menerapkan program K3 dan ergonomi petugas lebih banyak melakasanakan program kuratif dibanding program preventif dan promotif, dan sering kurang efisien.
4. Modal dan pengetahuan mengenai K3 dan ergonomi yang masih kurang juga menjadi faktor penghambat.
5. Pengawasan dan sangsi yang lemah dari pemerintah dimanfaatkaan manajemen sehingga kurang memperhatikan penerapan K3 dan ergonomi.


5.2 SARAN

Agar pelaksanaan program K3 daan ergonomi bisa berjalan dengan baik untuk membantu peningkatan produktivitas perusahaan dan kesejahteraan masyarakat maka semua pihak harus bekerjasama secara sinergis:

1. Pengusaha (pemberi kerja) harus menyadari bahwa pelaksanaan K3 dan ergonomi untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu Program K3 dan ergonomi harus diikutkan dalam operasional perusahaan.
2. Karyawan sebagai tenaga kerja harus mentaati aturan –aturan K3 dan prinsip-prinsip ergonomi dengan baik dan benar yang merupakan kewajibannya dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Pemerintah (pengawas) harus melakukan tugas pengawasan dengan benar, konsekwen dengan penerapan sangsi yang tegas / tanpa pandang bulu.
4. Masyarakat termasuk LSM / NGO harus ikut melalukan monitoring terutama kalau sampai terjadi pencemaran lingkungan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Kalau ada kecendrungan bahaya saja harus sudah dicarikan solusinya jangan menunggu terjadinya kecelakaan atau penyakit.
5. Perguruan tinggi melalui proyek penelitian atau pengabdiannya harus ikut berpatisipasi aktif dalam penerapan program K3 dan ergonomi untuk ikut membanntu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.


























DAFTAR PUSTAKA



Grandjean, E.(1993). “Fitting the task to the Man..” A Texbook of Occupational Ergonomics. 4th Ed. London.Taylor & Francis.

Manuaba, A. (1998). “Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas”. Bunga Rampai Ergonomi Vol.1

Purnawati,S. (2002). “Keluhan Muskuloskeletal Karyawan pada CV.DS di desa Mas”. Jurnal Ergonomi Indonesia. Vol.3 no.1 Juni: 41-48.


prototype elemen mesin

Prototype  Mesin distribusi Barang

A.    PENDAHULUAN
Industri rokok di Indonesia mengalami pasang surut, tahun 1998 yang merupakan awal masa krisis, industri rokok malah mencapai puncak produksinya. Selama masa krisis, tenaga kerja industri rokok terus mengalami peningkatan, tetapi  tidak diikuti dengan peningkatan produksi.  Kondisi ini berdampak pada penurunan produktivitas pekerja industri rokok. Walaupun demikian, produktivitas tenaga kerja industri rokok selama masa krisis tidak berbeda apabila dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja sebelum masa krisis. Produktivitas per perusahan selama masa krisis justru lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sebelum masa krisis. Kondisi ini  akibat adanya efisiensi yang dilakukan perusahaan rokok besar dan sedang  yang memproduksi lebih dari 1 jenis hasil tembakau (JHT). Perusahaan lebih terfokus pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang padat modal dibandingkan dengan jenis produksi sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya dan syarat dengan isu buruh. Untuk mengefesienkan waktu, penulis merekomendasikan mesin distribusi barang. Oleh karena itu rancangan prototype mesin distribusi barang dapat memberikan solusi, khususnya untuk produk rokok yang siap jual namun harus melewati proses penyortiran.

B.   MANFAAT
Adapun manfaat dari mesin
-        Sebagai alat mobililisasi rokok yang siap di sortir.
-        Mempermudah proses penyortiran rokok.
-        Proses penyotiran rokok menjadi lebih efisien.

C.   TEORI DASAR
Penentuan Daya Motor
Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetis yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan untuk, misalnya, memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan kompresor, mengangkat bahan, dll. Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di industri. Motor listrik kadangkala disebut “kuda kerja” nya industri sebab diperkirakan bahwa motor-motor menggunakan sekitar 70% beban listrik total di industri.
Daya adalah usaha yang dilakukan per satuan waktu. Dalam perhitungan terdapat dua macam daya yaitu daya yang dibutuhkan oleh mekanisme dan daya yang dikeluarkan oleh  motor.  Besarnya daya yang dibutuhkan oleh mekanisme tergantung dari momen torsi dan  putaran yang direncanakan dalam mekanisme
dimana dapat dirumuskan:

    p Mt.n
       716,2

Mt = Momen torsi ( Kg.m)
n = Putaran ( rpm)
p = Daya ( HP )
atau
p  Mt.n
   63000

Mt = Momen torsi ( lb.in )
n = Putaran ( rpm )
p = Daya ( HP )

Poros
Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap mesin. Poros juga  merupakan  elemen  yang  berfungsi  meneruskan  daya,  baik  yang  berputar maupun yang diam.  Peranan utama dalam transmisi dipegang oleh poros. Poros transmisi tidak hanya menerima  beban dan meneruskan momen torsi tetapi juga sebagai pendukung dari elemen mesin yang diputarnya. Beban yang diterimanya dapat  berupa  beban  puntir  maupun  beban  bending.  Daya  yang  ditransmisikan poros pada mekanisme mesin ini melalui roda gigi dan V-belt. Poros terdiri dari
beberapa macam, antara lain :
    Poros transmisi
Poros tersebut ditransmisikan melalui kopling, roda gigi, puli dan sabuk, atau sproket  dan  rantai.  Poros  tersebut  umumnya  mendapat  beban  puntir  dan lentur dalam pengoperasiannya.
    Spindle
Poros tersebut umumnya pendek dan presisi dalam penggunaannya. Poros tersebut banyak digunakan pada mesin perkakas.

Untuk merencanakan sebuah poros ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a.   Kekuatan poros
Sebuah poros yang direncanakan harus cukup kuat untuk menahan beban- beban yang  diberikan baik beban puntir, beban lentur maupun gabungan dari keduanya.
b.   Kekakuan poros
Kekakuan poros merupakan hal yang harus diperhatikan selain kekuatan poros.  Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup, tetapi jika lenturan atau  defleksi puntirnya terlalu besar akan berakibat ketidak telitian atau getaran dan suara.
c.   Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan sampai suatu harga tertentu, mesin bergetar luar biasa sehingga dapat dikatakan mesin telah mencapai putaran kritisnya. Untuk menghindari hal demikian maka putaran kerja poros harus dirancang lebih rendah dari putaran kritisnya.
d.  Bahan poros
Poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja yang dibuat dengan proses pengerjaan  dingin. Poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat,  umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap  keausan. Selain itu poros yang dipilih harus tahan terhadap korosi.

Macam  tegangan  yang  dialami  oleh  poros  mesin  pemotong  pisang  ini adalah tegangan puntir dan bending.
-  Tegangan puntir atau torsi
รด   Mt
     W
     Mt    716,2.HP
     n

Mt = Momen punter (kg m)
รด = Tegangan geser  ( Kg/m2  )
Wt = Tahanan momen puntir pada benda (m³)

-  Tegangan bending
s
W
                                M b b
b

Mb  = Momen bending yang bekerja pada poros (kg m)
b
รณ  = Tegangan karena momen bending (Kg/m2)
Wb  = Tahanan momen bending (m³)
Belt
Belt adalah salah satu elemen mesin yang banyak digunakan di kalangan industri saat ini. V-belt terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan  tetoron  atau   semacamnya  dipergunakan  sebagai  inti  sabuk  untuk membawa  tarikan  yang  besar.  V-belt  dibelitkan  di  keliling  alur  pulley  yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang sedang membelit pada pulley ini mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar.
Gaya gesekan juga akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yang akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan sabuk V dibandingkan sabuk rata. V-belt dapat mentransmisikan gaya dari suatu poros ke poros yang lain yang jaraknya relatif jauh. Gaya yang hilang akibat gesekan dan creep hanya sekitar 3 sampai 5 persen.

Keunggulan-keunggulan dari V-belt antara lain: merupakan elemen mesin yang fleksibel dan dapat digunakan untuk   mentransmisikan torsi, pemeliharaannya  mudah, V-belt tidak berujung pangkal, kehandalannya tinggi, hentakan dan suara bising yang dihasilkan rendah.
Gambar 2.1 Tipe-tipe V-belt

Pemindahan  gaya  dengan  menggunakan  sabuk-V  (V-belt)  mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:
1.      Dapat meredam goncangan dan kejutan.
2.      Dapat   terjadi   slip   pada   beban   lebih,   sehingga   tidak   menyebabkan kerusakan pada alat-alat transmisi, poros dan bantalan.