Translate

Minggu, 02 Oktober 2011

PENYEBAB BANJIR DI SAMARINDA


BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Puncak tekanan terhadap sektor lingkungan hidup Kalimantan Timur terjadi pada awal 2000-an, menyusul lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.Lahirnya dua UU yang menjadi dasar bagi bergulirnya desentralisasi itu membawa dampak luar biasa terhadap perkembangan pembangun di daerah.
Bahkan, kemajuan pembangunan selama beberapa tahun pada awal bergulirnya reformasi itu, yang menurut sementara pihak melampaui berbagai program Pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun itu, tidak terlepas dari besarnya kewenangan kepala daerah (bupati dan walikota). , Di balik gemerlap hasil-hasil pembangunan tersebut ternyata menyisakan berbagai persoalan serius terhadap sektor lingkungan. Salah satu faktor penyebabnya terkait dengan besarnya kewenangan kepala daerah tersebut.
Para kepala daerah juga memanfaatkan salah satu peraturan yang dibuat berdasarkan semangat desentralisasi itu, yakni UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, di mana pasal -I mengatur hal itu sehingga kepala daerah seperti berlomba mengeluarkan izin HPHH 100 Ha yang diberikan kepada koperasi.Berbeda dengan izin HPH yang pengawasan terhadap program lingkungan yang cukup berjalan melalui kegiatan rehabilitasi, maka pembabatan hutan melalui izin HPHH tersebut tanpa kendali, karena dilaksanakan oleh Siapa saja yang memiliki izin tersebut tanpa ada aturan mengenai besaran diameter kayu yang bisa ditebang.
Kerusakan hutan pada awal 2000 ini dianggap mengalahkan kerusakan hutan selama puluhan selama Orde Baru. Asumsinya saja, jika satu kabupaten mengeluarkan 100 HPHH maka ada 10.000 Ha yang ditelantarkan tanpa program reboisasi atau rehabilitasi.Pemerintah pusat akhirnya mencabut kewenangan kepala daerah mengeluarkan izin HPHH. Pada saat itu, krisis ekonomi global juga terjadi. Dua faktor itu akhirnya menyebabkan sektor perkayuan dan perhutanan terpuruk.
Setelah era "booming" kayu bulat berakhir, maka baru bara kini menjadi komoditas menjanjikan karena tersedianya pasar nasional maupun internasional terhadap "fosil minyak" itu meskipun dalam kondisi krisis ekonomi global.Berdalih meningkatkan pendapatan daerah, para bupati dan wali kota kembali memanfatkan kewenangan untuk mengekploi-tasi potensi sumberdaya alam dengan berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yakni melalui izin KP (kuasa penambangan).
Para kepala daerah seperti mengulang kasus HPHH, juga berlomba-lomba mengeluarkan izin. Data Distamben Kaltim mengungkapkan bahwa di provinsi itu ada 1.180 perusahaan memegang izin KP.Padahal, selain 1.180 izin KP itu, di Kaltim juga terdapat 32 perusahaan yang memegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), sehingga total perusahaan batu bara menjadi 1.202 perusahaan.
Celakanya, sebagian pengusaha batu bara di Kaltim yang mengantongi izin KP dari wali kota dan bupati tersebut ternyata tidak memiliki pengalaman pada usaha pertambangan. Bahkan, sebagian besar pengusaha tersebut dulunya adalah pengusaha sektor perhutanan dan perkayuan yang coba-coba keberuntungan pada usaha pertambangan.Banjir yang kini kerap melanda sejumlah daerah di Kaltim diyakini merupakan dampak langsung dari kerusakan lingkungan baik pada sektor perhutanan maupun pertambangan.
Misalnya, banjir yang sebelumnya terjadi dalam siklus tahunan di Samarinda namun kini dalam satu tahun bisa terjadi empat kali kasus banjir besar seperti masing-masing terjadi pada 2008 dan 2009.Pengamat hukum menilai bahwa pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan untuk mengatasi berbagai masalah ekologis, yakni dampak dari kegiatan penambangan batu bara di Kalimantan Timur yang kini kian merebak. "Kita harapkan agar kasus kerusakan lingkungan karena pemberian izin HPHH atau HPH skala kecil tanpa kendali seperti awal 2000-an jangan sampai terulang pada sektor pertambangan," kata pengamat hukum Kalimantan Timur, Prof. Sarosa Hamongpranoto, SH, MHum di Samarinda, Senin.
"Dengan UU Nomor 32 Tahun 1999 itu maka perusahaan tam-bang.batu bara yang terbukti melakukan kesalahan dapat dijerat agar mendapat sanksi administrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana," katanya.Hal itu disampaikannya terkait dengan kekhawatiran kian meluasnya dampak lingkungan di Kaltim akibat provinsi itu kini ternyata "dikepung" 1.202 perusahaan batu bara. Data itu terungkap dalam dengar pendapat antara Komisi II DPRD Kaltim dengan Distamben setempat pada akhir 2009. "Kalau hanya mengandalkan UU No Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara maka pihak perusahaan paling hanya bisa dijerak dengan sanksi administratif, misalnya pencabutan izin," katanya.
Ia juga menambahkan bahwa kekhawatiran masalah lingkungan akan menjadi persoalan serius pada 2010, yakni terkait dengan adanya keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan uji materi Bupati Kutai Timur terhadap surat edaran pihak Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).Sebelumnya, Dirjen Mineral Baru Bara dan Panas Bumi (Mi-nerpabum) Departemen ESDM mengeluarkan surat Nomor 03.E-/31 DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009 mengenai pelarangan kepala daerah (bupati dan wali kota) mengeluarkan izin KP. "Adanya keputusan MA itu berarti kepala daerah kini bisa kcmbaji keluarkan izin KP. Padahal, kita tahu bahwa latar belakang terbitnya surat edaran dari Dirjen karena berbagai persoalan lingkungan akibat kebijakan kepala daerah yang begitu mudah mengeluarkan izin KP," ujar Sarosa.
Dari sisi hukum, ia menilai bahwa keputusan MA sudah tepat karena memang kelemahan surat Dirjen itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni UU Nomor 4 Tahun 2009. "Meskipun niat dan tujuannya baik, jika secara administrasi juga salah maka keputusan itu keliru. Jadi upaya dalam melakukan pengawasan masalah lingkungan terkait eksploitasi batu bara itu kini sepenuhnya berada di tangan kepala daerah, termasuk DPRD harus lebih berperan aktif melaksanakan tugasnya," ujar Sarosa.Persoalan lain, ternyata pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Kaltim memprogramkan pengembangan lokasi bekas penambangan untuk program budi daya perikanan darat. Program ini terkait dengan tekad Kaltim untuk swasembada ikan pada 2010.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kaltim berkoordinasi dengan Pemkab/Pemkot se-Kalimantan Timur untuk pengembangan lokasi bekas penambangan itu untuk menjadi kolam budi daya berbagai jenis perikanan darat, misalnya ikan nila dan ikan mas.Pihak DPRD Kaltim kurang setuju apabila semua kolam raksasa eksploitasi penambangan baru bara dikembangkan untuk subsektor perikanan, mengingat kewajiban reklamasi nantinya akan diabaikan sehingga harus lebih selektif dalam pemanfaatannya. "Kita khawatir apabila kolam raksasa eks eksploitasi penambangan batu bara itu semuanya dimanfaatkan untuk pengembangan subsektor perikanan, khususnya perikanan darat, nantinya para pengusaha dengan mudah meninggalkan kewajibannya untuk melakukan reklamasi karena akan dijadikan kolam pengembangan ikan air tawar," kata Ketua Komisi 11 DPRD Kaltim, Sofyan Alex di Samarinda, Jumat.
Ia setuju apabila pemanfaatan kolam-kolam raksasa bekas penggalian bongkahan "emas hitam" itu yang benar-benar sudah sangat sulit meminta pertanggungjawaban pihak perusahaan. "Misalnya, perusahaan tersebut sudah tutup dan tidak jelas lagi meminta pertanggungjawaban untuk melakukan program reklamasi. Kolam yang statusnya sudah tidak mungkin lagi direklamasi ini yang dimanfaatkan, jadi program pada subsektor perikanan ini harus selektif dalam memanfaatkan kolam," kata politisi dari PDI Perjuangan itu.
Beberapa daerah di Kaltim kini banyak terdapat kolam raksasa bekas penggalian bongkahan batu bara, terutama di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Samarinda. "Kalau semua bekas penggalian tambang itu dibiarkan maka jelas menjadi persoalan serius bagi lingkungan hidup. Padahal, program reklamasi adalah sebuah kewajiban perusahaan yang sesuai perjanjian kontrak kerja perusahaan baik dalam KP maupun PKP2B," kata politisi dari PDI Perjuangan itu. Sofyan Alex menjelaskan bahwa kondisi lingkungan di Kaltim kini cukup memprihatinkan, mengingat sebelum maraknya penambangan "fosil minyak" itu telah terjadi pembabatan hutan secara serampangan saat terjadi "booming II" sektor perkayuan di Kaltim pada awal 2000-an. "Kondisi hutan Kaltim yang kritis akibat booming sektor perkayuan awal 2000-an yang masih belum pulih, kini ditambah lagi dengan masalah lingkungan, terkait dengan maraknya penambangan batu bara. Hal ini yang harus mendapat perhatian kita semua," katanya.
Di Kaltim terdapat ratusan perusahaan pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) dan KP (Kuasa Penambangan), namun yang benar-benar melaksanakan program reklamasi hanya sebagian kecil.Faktor utama yang menjadi alasan perusahaan untuk melaksanakan kewajibannya itu, yakni terkait dengan besarnya dana untuk melaksanakan program penimbunan serta penanaman pohon di atas lahan eks penambangan itu, terutama untuk beban biaya alat berat Melihat kondisi itu, agaknya ancaman terhadap sektor lingkungan di Kaltim belum berakhir, meskipun faktor penemunya ada di kepala daerah. Terutaman di kota Samarinda yang masalah sampah yang menyebabkan banjir belum teratasi.

B.   Rumusan Masalah
1.      Strategi penanganan dan sumbangan pemikiran ?
2.      PENYEBAB BANJIR DI SAMARINDA ?
3.      Solusi penanganan banjir ?
C.    Tujuan
1.      Agar menambah wawasan kita pemahaman konsep tentang banjir
2.      Memupuk rasa kesadaran akan lingkungan di sekitar kita
3.      Meningkatkan kebersihan lingkungan tempat kita berada









BAB 2
PEMBAHASAN
Data Umum Kota Samarinda
Letak Geografis
Kota Samarinda merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda secara astronomis terletak pada posisi antara 117°03'00" - 117°18'14" Bujur Timur dan 00°19'02" - 00°42'34" Lintang Selatan, dengan ketinggian 10.200 cm diatas permukaan laut dan suhu udara kota antara 23.7 - 32.8° C dengan curah hujan mencapai 2.345 mm pertahun dengan kelembaban udara rata-rata 82,8 %.
Administrasi
Adanya Sungai Mahakam yang membelah di tengah kota menjadikan kota ini bagai gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur. Luas Wilayah Kota Samarinda adalah 71.800 Ha yang terbagi menjadi 6 ( enam )Kecamatan yaitu : Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Samarinda Ilir, Kecamatan Samarinda Seberang, Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Sungai Kunjang.
Batas Adminsitrasi Kota Samarinda
• Sebelah Utara: Kec. Muara Badak Kabupaten Kukar
• Sebelah Timur: Kecamatan Anggana dan Sanga-Sanga (Kab Kukar)
• Sebelah Selatan: Kec Loa Janan .Kab Kutai Kartenegara
• Sebelah Barat: Kec. Muara Badak Tenggarong Seberang (Kab Kukar)
Ketinggian / Topografi
Berdasarkan topografinya , maka wilayah Kota Samarinda berada di ketinggian antara 0 - 200 dpl, dan hampir 24,17 % berada di ketinggian 0 - 7 dpl, umumnya terletak di dekat Sungai Mahakam sekitar 41,10 % berada dalam ketinggian 7 - 25 dpl, dan 32,48 % berada di ketinggian 25 - 100 dpl.

Ditinjau dari fisiografinya, wilayah Kota Samarinda dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) deskripsi masing-masing satuan fisiografi tersebut adalah sebagai berikut :
  • Daerah Patahan (daerah dimana terjadi patahan ) yakni patahan menurun dan kasar, dengan permukaan yg besar dengan kemiringan tanah sangat bervariasi
  • Daerah rawa pasang surut (tidal swamp) yaitu daerah dataran rendah ditepi pantai yang selalu dipengaruhi pasang surut air laut dan ditumbuhi hutan mangrove dan nipah, bentuk wilayah datar dengan variasi lereng kurang dari 2 % dan perbedaan tinggi kurang dari 2 meter.
  • Daerah dataran alluvial (alluvial plain) yaitu daerah dataran yang terbentuk dengan proses pengendapan, baik didaerah muara maupun daerah pedalaman.
  • Daerah berombak/bergelombang yakni daerah dengan konfigurasi medan berat ditandai dengan penyebaran daerah perbukitan 8,15%
  • Daerah dataran (plain) yaitu daerah endapan, dataran karst, dataran vulkanik, dataran batuan beku (metamorf) masam, dataran basalt dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, variasi lereng 2 sampai 15,94 % dengan beda ketinggian kurang dari 50 meter.
  • Daerah berbukit (hill) yaitu daerah bukit endapan dan ultra basa, sistem punggung sedimen, metamorf dan kerucut vulkanik yang terpotong dengan pola drainase radial. Bentuk wilayah bergelombang sampai agak bergunung, variasi lereng 16 sampai 60 %, dan beda ketinggian antara 50 sampai 150 meter.
§  Daerah Sungai (River). Daerah ini berfungsi sebagai daerah reterdam, daerah pengendali atau waterponds.

Geologi


Struktur geologi di wilayah Kota Samarinda diketahui berdasarkan hasil survey dan atau pemetaan geologi yang dimuat dalam buku "Geology of Indonesia, Volume IA". Oleh R.W. Van Bemmelen, 1949, pada umumnya berumur Praktertier hingga Kwarter.
Beberapa formasi geologi yang terdapat diwilayah Kota Samarinda diantaranya adalah
  • Kampung Baru Beds
  • Balikpapan Beds
  • Pulau Balang Beds
  • Pemaluan Beds
Beberapa Wilayah geologi telah mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya patahan. Formasi ini terdiri dari Grewake, batu pasir kwarsa, batu gamping, batu lempeng dan tufa dasitik dengan sisipan batu bara.

Agenda Prioritas Pemerintah Kota Samarinda

·         Atasi pengangguran, karena di Kaltim jumlah angkatan kerja, dengan jumlah lapangan pekerjaan masih belum seimbang.
·         Pembangunan infrastruktur perekonomian, terutama jalan, jembatan dan pelabuhan. Jalan trans Kalimantan perlu segera dituntaskan. Begitu pula pembangunan jalan kabupaten/kota.
·         Pelaksanaan komitmen untuk mengalokasikan biaya pendidikan sebesar 20 persen (di luar gaji dan kesejahteraan guru), pencanangan wajib belajar 12 tahun serta pendidikan gratis.
·         Penanganan banjir yang melanda Kota Samarinda, Balikpapan, dan kota-kota lainnya, terutama sepanjang Daerah Aliran Sungai Mahakam.
·         Pemberdayaan ekonomi rakyat semakin ditingkatkan, terutama memperhatikan pada sektor riil, sektor informal dan UKM. Begitu pula perlunya mengurangi keterbatasan akses permodalan.
·         Peningkatan daya beli masyarakat dan peningkatan kesejahteraan PNS / TNI dan Polri.
·         Penyelesaian krisis energi, mengurangi ketimpangan antara ketersediaan tenaga listrik dengan kebutuhan tenaga listrik.
·         Kemandirian/kecukupan pangan dalam rangka ketahanan pangan.
·         Pembangunan kawasan wilayah perbatasan, kawasan pedalaman dan daerah terpencil. Satu hal yang perlu terobosan khusus, mengingat tingkat kemajuan yang dicapai pada saat ini relatif lambat.
·         Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dengan memperbaiki iklim investasi.

Strategi dan Cara Meningkatkan Kesadaran Masyarakat

Meningkatkan kesadaran masyarakat memang mudah diucapkan, tetapi bagaimana cara efektif untuk meningkatkan hal tersebut adalah hal yang sulit.  Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk meningkatkan kesadaran tersebut.  Berikut ini adalah beberapa butir pemikiran yang bisa ditindaklanjuti secara konkrit untuk meningkatkan kesadaran tersebut.

v  Menciptakan Budaya Malu, Merasa Bersalah dan Merasa Diawasi oleh Masyarakat sekitarnya & mengotori lingkungan jika membuang sampah sembarangan.

Di negara-negara maju, kebiasaan tidak membuang sampah sembarangan terbentuk karena setiap orang merasa malu untuk membuang sampah sembarangan karena takut ditegur oleh orang yang melihatnya, orang-orang yang ada di sekitarnya.  Di lain pihak, mereka juga sadar setiap sampah yang dibuang akan memberikan sumbangan negatif terhadap pencemaran lingkungan.  Pertanyaan yang timbul: bagaiman kita bisa membentuk masayarakat seperti ini ?  Berikut adalah beberapa usulan konkrit yang bisa dilakukan :
Perlu adanya kampanye terus menerus mengenai akibat membuang sampah sembarangan.  Kegiatan ini seharusnya dimotori oleh suatu lembaga misalnya Dinas Kebersihan & Pertamanan (DKPP) Samarinda bekerjasama dengan LSM Lingkungan, yang bekerja terus menerus khusus untuk kampanye ini.  Strateginya adalah dengan menjadikan kegiatan ini sebagai gerakan bersama meminta dan mengajak semua pihak (swasta, instansi pemerintah, kelurahan dll) untuk mendukung program ini, untuk menciptakan suatu sistim penanganan sampah dan pengawasannya di lingkungan masing-masing.  DKPP & LSM ini dapat memberikan beberapa contoh penanganan sampah di masing-masing lembaga tersebut.  Dana mengenai kegiatan ini dapat kita usahakan melalui usulan ke lembaga di dalam dan luar negeri yang peduli dengan kegiatan kampanye kebersihan kota ini.  DKPP pun dapat mengusahakan semacam dana abadi dan membuka kantong-kantong sumbangan untuk kegiatan kampaye ini dari masyarakat luas, semacam sumbangan rumah ibadah maupun melewati rekening bank.  Kampaye dapat dilakukan melalui koran-koran lokal dengan tulisan-tulisan berkala mengenai sampah, melalui radio pemancar maupun televisi. 



v  Menciptakan Rasa Bangga dengan Kebersihan Kota dan Lingkungannya
Rasa bangga akan kebersihan kota & lingkungannya membuat masyarakat kota tersebut untuk tetap menjaga kebersihan kotanya, misalnya masyarakat Kota Balikpapan dan Tenggarong yang beberapa kali memenangkan kebersihan kota, merasa bangga dengan predikat kota bersih dan merasa bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan tersebut.
v  Memberikan Insentif atau “reward” bagi pihak-pihak berjasa untuk kebersihan

Penanganan sampah yang baik, termasuk pula kepada petugas-petugas kebersihan/pengangkut sampah, bisa dalam bentuk penghargaan dan promosi kepada lembaga-lembaga tersebut, kenaikan gaji, fasilitas yang lebih baik untuk pegawai, kesejahteraan yang semakin baik.  Kegiatan lain dapat berupa lomba kebersihan antar RT dan memupuk kebanggaan kepada pihak-pihak yang menang lomba tersebut.  Insentif lain adalah mengumumkan secara berkala di Koran-koran lokal mengenai lembaga dan lingkungan mana saja yang memenangkan lomba kebersihan, sehingga aspek kebanggaan tersebut dapat terus dipupuk.
PENGELOLA SAMPAH KOTA
Sampah. Bagian yang selalu luput dari perhatian banyak pihak. Padahal banyak hal yang harus diperbuat dalam menjadikan sampah tak selalu menjadi masalah. Masih belum lama berlalu peristiwa kekerasan di bulan November 2004 yang dilakukan oleh aparat kepada masyarakat Bojong, yang melakukan penolakan atas beroperasinya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong oleh PT Wira Guna Sejahtera. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Bojong diakibatkan telah terjadi pembohongan publik yang dilakukan pengelola dan pemerintah, dimana lokasi TPST tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Bogor, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk pendirian pabrik keramik, serta dalam beberapa kali ujicoba, ternyata proses pengangkutan dan pengolahan telah menimbulkan bau yang sangat menyengat.
Beralih ke kota Samarinda, ternyata permasalahan pengelolaan sampah merupakan bahaya laten yang hingga saat ini masih menyimpan percik api yang sewaktu-waktu dapat menjadi bara bahkan api. Samarinda dengan jumlah penduduk 579.933 jiwa, memiliki sampah sebanyak 1.406 m3 perharinya dengan jumlah yang tidak terangkut mencapai 140,6 m3 setiap harinya. Bahkan Walikota Samarinda pun hanya bisa tersayat hati tanpa berbuat apa-apa melihat sungai telah menjadi tempat sampah alternatif.
Banyak hal yang tidak mampu diselesaikan oleh pemerintah kota selama ini dalam mengatasi permasalahan sampah. Dihilangkannya 256 tempat penampungan sementara (TPS) oleh Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Samarinda hanya mengalihkan lokasi permasalahan pengelolaan sampah. Sementara itu, masih belum satu titikpun dilakukan peningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga kota untuk melakukan pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga.
Tiga buah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah kota Samarinda pun hingga saat ini masih menggunakan pola menghamparkan sampah di lahan terbuka tanpa dilakukan penutupan lagi dengan tanah (open dumping). Saat ini lokasi TPA sampah pun telah menimbulkan keresahan terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya, selain juga telah mengganggu keindahan kota.
Bilapun selalu dinyatakan bahwa banyak negara telah menggunakan insinerator, namun kenyataannya Amerika Serikat telah menutup dan membatalkan lebih dari 300 pengelolaan sampah kota yang menggunakan insinerator, sementara Jepang sebagai negara peringkat pertama pengguna insinerator malah juga telah menutup 500 tempat pengelolaan sampah yang menggunakan insinerator. Pertanyaan berikutnya, apakah kota Samarinda masih mau mengambil teknologi ?sampah?? dalam pengelolaan sampah?
Yang utama dalam memilih teknologi pengolahan sampah adalah dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dini (precautionary principle), dimana perlunya menerapkan kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian teknologi; prinsip pencegahan (preventive principle), yang menekankan bahwa mencegah suatu bahaya adalah lebih baik daripada mengatasinya; prinsip demokrasi (democratic principle), dimana semua pihak yang dipengaruhi keputusan-keputusan yang diambil, memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan-keputusan, serta; prinsip holistik (holistic principle), dimana perlunya suatu pendekatan siklus-hidup yang terpadu untuk pengambilan keputusan masalah lingkungan.
Lalu bagaimana melakukan pengelolaan sampah di kota Samarinda dengan semakin tingginya bahaya sampah, dimana bukan tidak mungkin Samarinda akan menjadi kota sampah? Ada beberapa langkah penting yang harusnya mulai dilakukan, yaitu dengan mengurangi sumber-sumber sampah. Pemerintah harusnya mulai mendorong para produsen untuk mengurangi penggunaan kemasan berlebih yang dapat meningkatkan jumlah sampah. Selain itu, di tingkat distributor (penyalur ataupun pengecer), juga memulai mengurangi jumlah pembungkus barang yang dibeli oleh pembeli. Sementara di tingkat konsumen sudah harus memulai mengurangi penggunaan kantong plastik untuk membawa barang belanjaan.
Di tingkat rumah tangga, harus dilakukan peningkatan pengetahuan berkaitan dengan pengelolaan sampah rumah tangga, diantaranya untuk mengolah sampah organik, serta melakukan pemilahan sampah. Dan bila memungkinkan, materi pengelolaan sampah dapat dijadikan salah satu bagian dari proses pembelajaran di sekolah, sehingga dapat semakin memperkaya pengetahuan pelajar, yang harapannya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemerintah harusnya dapat lebih berperan untuk menguatkan industri kecil daur ulang. Di Samarinda sendiri terdapat beberapa industri daur ulang, namun belum memperoleh dukungan serius dari pemerintah kota. Industri kecil daur ulang ini bukan tidak mungkin akan menjadi sebuah ruang baru bagi pencari kerja di kota Samarinda, serta bisa memberikan nilai efek ekonomi bagi masyarakat lainnya. Interaksi antara rumah tangga, kelompok pemulung, pengelola industri daur ulang, akan menjadi sebuah titik bangkitnya gerakan ekonomi rakyat, dimana terjadi hubungan yang saling menguntungkan antar pihak. Selain itu, pemerintah juga harus membuat peraturan agar daya saing dari industri kecil dapat semakin menguat, diantaranya mengenai larangan impor sampah, karena dapat mempengaruhi harga di tingkat pemulung.
Dengan melihat berbagai hal di atas, maka sangat penting bagi DPRD Kota Samarinda beserta Pemerintah Kota Samarinda untuk membuka ruang bagi partisipasi publik dalam pembangunan kota, termasuk dalam hal penggunaan teknologi pengolahan sampah di Kota Samarinda. Hal penting lainnya adalah DPRD Kota Samarinda dan Pemerintah Kota Samarinda harus lebih membuka kembali hasil-hasil kajian yang telah dilakukan oleh para peneliti di Kota Samarinda dalam membuat keputusan, karena senyatanya telah banyak hasil-hasil kajian dan hasil-hasil penelitian yang akan sangat bermanfaat bagi pembangunan kota Samarinda, termasuk di dalam hal pengelolaan sampah kota.

Penataan SKM, Daerah Kumuh dan Banjir Hilang
SAMARINDA - Mengingat Karang Mumus di masa lampau yang merupakan wadah mengais rezeki dan telah melahirkan orang-orang sukses. Kini, Pemkot dibawah kepemimpinan Achmad Amins dan Syaharie Jaang, adalah bagaimana penataan bantaran - menata kesadaran, kesehatan lingkungan, keindahan dan menata masa depan.
Nuhran, warga sekitar bantaran Sungai Karang Mumus (SKM), tepatnya di Jl Muso Salim gang 3 RT 26 sangat berterima kasih kepada Pemkot yang memiliki keinginan bantaran SKM ada perubahan dan kemajuan.
"Kita dukung 1000 persen program penataan SKM. Program ini sangat mulia Karena mampu menghilangkan daerah kumuh di pinggiran SKM. Ini menandakan daerah kita sudah maju dan bisa mengikuti perkembangan zaman," ujar Nuhran yang juga Koordinator Bidang Lingkungan LSM Pesut (Peduli Ekonomi Sosial Terpadu).
Nuhran menyebut waktu proses konstruksinya, bukti dari dukungan warga dapat dilihat dengan tidak adanya hambatan yang menganggu para pekerja.
"Para pemuda di sini sangat mendukung. Bahkan pernah membantu mengatur lalu lintas waktu macet. Kita juga tidak keberatan dengan suara mesin penumbuk turap," ucapnya lagi.
Menurut Nuhran, bantaran SKM mempunyai kelebihan, keunikan, kekhasan dan daya tarik tersendiri. "Kondisi ini, bila dikelola dengan baik, tentu akan memberikan keuntungan bagi pemerintah kota dan warganya," ungkapnya.
Ia mengingatkan pula, penataan juga sampai menjadi SKM kumuh kembali dengan PKL, sehingga sia-sia dan membuang uang sangat besar. "Pemkot harus tegas dan bisa mengantisipasi sejak dini, serta sudah memiliki konsep yang matang untuk mempercantik, dan bisa menjadi pundi-pundi pendapatan, baik warga maupun PAD," sarannya lagi.
Begitu pula dengan warga Jl Jelawat, Gusti HN (55) mengharapkan SKM lanskap teduh, rapi, aman dan nyaman. "Kalau bisa, SKM nantinya bisa menjadi andalan dan memberi warna tersendiri bagi kota Samarinda, bahkan Kaltim. Misalnya, kalau orang ke Jogja, pasti tak lupa ke Malioboro, begitu pula di sini," harapnya.
Setidaknya, lanjut Gusti, dengan penataan ini menghilangkan predikat 'WC terpanjang di Indonesia' di akhir tahun '90 an. Juga, tidak ada lagi 'sanggar banyu' (kotoran manusia, red) yang larut di sepanjang sungai.
Sedangkan Rivani, warga Jl Arief Rahman Hakim juga senang dengan program. Menurutnya dengan adanya penurapan secara tak langsung telah meminimalisir banjir pasar yang rutin terjadi.
"Setelah penurapan, tak pernah lagi ada banjir. Kecuali yang baru-baru ini, karena pasang besar dari hulu, pasang di SKM dan tingginya curah hujan," ungkap Rivani.
Apalagi, lanjutnya, pemerintah juga akan meninggikan parit di SKM dan pelebaran jalan. Tentunya ini akan membuat daerah sini tak banjir lagi, jika ada pasang.
Rivani yang juga seorang kontraktor ini, menyarankan agar penataan SKM memadukan keseimbangan penataan kawasan komersial (perdagangan dan jasa) dengan kawasan permukiman penduduk.
"Mudah-mudahan bantaran SKM ini menjadi kawasan objek wisata terpadu dan penyedot utama daya tarik wisata. Di sungainya juga kalo bisa ada atraksi wisata sungainya, sehingga semakin menjadikan khas kota Samarinda," pungkasnya.















BAB 3
PENUTUP
A.   Kesimpulan
1.      Strategi penanganan :
a.      Menciptakan Budaya Malu, Merasa Bersalah dan Merasa Diawasi oleh Masyarakat sekitarnya & mengotori lingkungan jika membuang sampah sembarangan. 
b.      Menciptakan Rasa Bangga dengan Kebersihan Kota dan Lingkungannya
c.       Memberikan Insentif atau “reward” bagi pihak-pihak berjasa untuk kebersihan
d.      Aturan, Sanksi dan denda kepada pihak-pihak yang membuang sampah tidak pada tempatnya
e.      Ada sistem pengelolaan sampah di tiap RT, RW dan Kelurahan
f.        Penguatan kelembagaan organisasi yang menangani sampah

2.      Lima penyebab banjir di Samarinda :
a.      Kesalahan peruntukan kawasan
Bukti nyatanya, banyak lahan tangkapan air yang kini mengalami pembukaan, sehingga banyak perluasan lahan terbuka. Contoh konkritnya yakni, banyaknya pembangunan perumahan dan ruko di Samarinda.
b.      Pembuangan sampah di daerah sungai oleh masyarakat
Pembuangan sampah di daerah sungai oleh masyarakat turut memberi andil semakin parahnya banjir di Samarinda. Walaupun relokasi sudah dilakukan di Sungai Karang Mumus, namun sebagian besar pasar yang berada di pinggir sungai di Samarinda turut menyumbang andil yang besar. Ini hanya pengingat ke pada masyarakat untuk bijak dalamn membuang sampah.
c.       Kapasitas tampungan sungai dengan limpasan air yang masuk ke sungai menjadi faktor ketiga penyebab banjir.
Kondisi ini semakin diperparah dengan back water (arus balik atau air pasang, Red.) dari Sungai Mahakam.
d.      Wilayah Samarinda termasuk daerah yang memiliki intensitas curah hujan yang sangat tinggi


3.      Solusi
a.       Melakukan perencanaan peruntukan kawasan yang sistematis dan melakukan pengawasan yang matang dan mengacu pada konservasi. Kedua, melakukan rehabilitasi hutan dan lahan serta perbaikan daerah tangkapan air di DAS.
b.      Pemkot Samarinda segera merencanakan penanganan banjir untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Perencanaan yang dibuat Pemkot Samarinda saya tahu sudah banyak. Sekarang ini tinggal komitmen untuk melakukannya dengan benar, apalagi ditunjang dengan banyaknya hasil riset yang telah dilakukan untuk penanganan banjir ini.

B.   Saran
Jika dalam menyusun laporan sebaiknya mengikut sertakan aspek-aspek yang lebih mendalam serta rinci tentang penanganan banjir di kota Samarinda serta juga mengikut sertakan juga aspek social, biologis serta geografis yang lebih rinci lagi.










DAFTAR PUSTAKA