Translate

Sabtu, 01 Oktober 2011

HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA BAGI MAHASISWA DILINGKUNGAN KAMPUS DAN DILINGKUNGAN SOSIAL

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulis. Artinya bahwa bahasa adalah suatu alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan yang murni manusiawi dan tidak instingtif, dengan pertolongan sistem lambang-lambang yang diciptakan dengan sengaja (Prastyoningsih, 2001). Penyampaian informasi atau pesan tersebut tentunya dengan menggunakan kalimat. Maka, agar pesan yang disampaikan oleh penutur dapat diterima oleh penerima hendaknya perlu memperhatikan penyusunan kalimat efektif.
Mahasiswa sebagai orang terpelajar  telah mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk mempelajari penggunaaan kalimat efektif. Hal ini memiliki konskuensi, bahwa  mereka harus mampu menggunakan bahasa baku dalam berbagai kepentingan yang bersifat resmi baik tulis maupun lisan. Dalam hal ini, untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik seperti skripsi, mahasiswa perlu menguasai penggunaan kalimat efektif. Hal ini wajar  karena tanpa kalimat yang efektif gagasan dan pikiran yang akan disampaikan penulis kepada pembaca bisa salah tafsir.
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003). Selanjutnya Werdiningsih (2006) menjelaskan bahwa kalimat adalah serangkaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang ralatif lengkap. Kesatuan kalimat dalam bahasa tulis dimulai dari penggunaan huruf kapital pada awal kalimat dan diakhiri dengan pengunaan tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya pada akhir kalimat.
Dalam pengertian itu, ciri bersistem dan lengkap sangatlah penting karena kehilangan ciri ini akan menyebabkan rangkaian kata yang tersusun tidak memenuhi syarat sebuah kalimat. Rangkaian kata yang demikian tidak bisa mendukung gagasan, pikiran, atau perasaan yang akan disampaikan oleh penulis kepada orang lain. Dengan demikian, kalimat yang tersusun menjadi tidak efektif.
Beberapa skripsi yang dianalisis penulis, ternyata mahasiswa tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan yang menyangkut penyusunan kalimat efektif  baik syarat kelengkapan, kesejajaran, kebernalaran, kecermatan maupun kegramatikalan. Kesalahan-kesalahan ini dapat menimbulkan gangguan komunikasi. Lebih-lebih bila gagasan tidak terserap oleh pembaca akibat buruknya kalimat-kalimat yang ditulisnya.
Selanjutnya Werdiningsih (2006), menjelaskan bahwa menguasai suatu bahasa tentunya akan memahami kalimat-kalimat bahasa tersebut, karena berbahasa itu pada hakekatnya mengucapkan kalimat-kalimat. Kalimat yang diucapkan tadi harus disusun menurut kaidah tata kalimat akan mudah dipahami oleh orang lain sebab kalimat tersebut tersusun secara teratur dan masuk akal.
Dari hasil analisis ini akan diketahui, kendala-kendala apa sajakah yang dirasakan sulit oleh mahasiswa tentang penguasaan struktur kalimat Bahasa Indonesia itu.
1.2   Tujuan
Tujuan makalah ini untuk mengetahui hambatan-hambatan yang di hadapai mahasiswa dalam penggunaan bahasa indonesia di lingkungan kampus dan dilingkungan sosial.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Bahasa
Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itubahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontrak sosial. Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku. Adakalanya seorang yang pandai dan penuh dengan ide-ide cemerlang harus terhenti hanya karena dia tidak bisa menyampaikan idenya dalam bahasa yang baik. Oleh karena itu seluruh ide, usulan, dan semua hasil karya pikiran tidak akan diketahui dan dievaluasi orang lain bila tidak dituangkannya dalam bahasa yang baik.
           
2.1.1        Bahasa yang Baik

Bahasa Inonesia yang baik adalah bahasa indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya dalam situasi santai dan akrab, seperti di restoran, pasar, tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terkait oleh kaidah penggunaan bahasa. Jika dalam situasi formal, seprti dalam kuliah, seminar dan dalam rapat, sebaiknya menggunakan bahasa yang resmi dan formal serta sesuai dengan norma dalam berbahasa.

2.1.2        Bahasa yang Benar

Bahsa Indonesia yang benar adalah  bahasa indonesia yang di gunakan sesuai dengan aturan atau kaidah basaha indonesia yang berlaku. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kidah pembentukan kata diperhatikan dengan skesama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, penggunaan bahasa indonesia itu dapat dikatakan banar.

2.1.3        Bahasa yang baik dan benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyrakatan dan kaidah bahasa indonesia yang berlaku.

2.2       Pokok-pokok Bahasa yang Benar

Kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata, penysunan kalimat, pembentukan paragraf, penataan penlaran, serta penerapan ejaan yang di sempurnakan.
2.3       Pengertian Kalimat
Kalimat adalah serangaian kata yang tersusun secara bersistem sesuai dengan kaidah yang berlaku untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan yang relatif lengkap. Kesatuan kalimat dalam bahasa tulis dimulai dari penggunaan huruf kapital pada awal kalimat dan diakhiri dengan penggunaan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru pada akhir kalimat. Dalam pengertian ini, ciri bersistem dan lengkap sangatlah penting karena kehilangan kedua ciri itu akan meyebabkan rangkaian kata yang tersusun tidak memenuhi syarat sebuah kalimat. Rangkaian kata yang demikian tidak mendukung  gagasan, pikiran, atau perasaan yang hendak disampaikan oleh penulis kepada orang lain.
Kalimat yang efektif harus memiliki unsur-unsur yang lengkap sesuai dengan pola yang dipilih. menyarankan agar kelengkapan dapat terpenuhi, subjek kalimat harus ada, predikat harus jelas, objek kalimat harus disertakan jika predikatnya berupa kata kerja transitif, pelengkap juga harus disertakan, jika predikatnya berupa kata kerja yang menghendaki pelengkap, dan pemenggalan tidak dilakukan pada kalimat majemuk dengan cara tidak mengubah strutrukturnya. Subjek adalah unsur pokok yang terdapat dalam suatu kalimat disamping unsur predikat. Dengan kata lain subjek merupakan elemen atau unsur kalimat yang menjadi pokok pembicaraan yang dijelaskan predikat. Sedangkan predikat merupakan unsur atau elemen kalimat yang memberikan penjelasan tentang subjek atau menerangkan subjek.
2.3.1        Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Bentuk Tulisan
a.   Bentuk kesalahan dalam kelengkapan kalimat
Kalimat yang efektif harus memiliki unsur-unsur yang lengkap sesuai dengan pola yang dipilih. Werdiningsih (2006) menyarankan agar kelengkapan dapat terpenuhi, subjek kalimat harus ada, predikat harus jelas, objek kalimat harus disertakan jika predikatnya berupa kata kerja transitif, pelengkap juga harus disertakan, jika predikatnya berupa kata kerja yang menghendaki pelengkap, dan pemenggalan tidak dilakukan pada kalimat majemuk dengan tanpa mengubah strutrukturnya.
Busri (2002) menjelaskan bahwa subjek adalah unsur pokok yang terdapat dalam suatu kalimat disamping unsur predikat. Dengan kata lain subjek merupakan elemen atau unsur kalimat yang menjadi pokok pembicaraan yang dijelaskan predikat. Sedangkan predikat merupakan unsur atau elemen kalimat yang memberikan penjelasan tentang subjek atau menerangkan subjek.
Berikut bentuk-bentuk kesalahan penggunaan syarat kelengkapan kalimat bahasa indonesia.
1.      Yang dimaksud dengan pendapat kedua adalah adanya kerjasama antara dokter pertama dan dokter kedua.
2.      Dipupuk tanaman semangka dengan menggunakan pupuk NPK (16 : 16 : 16) 0,5 gram, CNO3 0,5 gram perliter dan, urea 1 gram perliter, pemupukan dilakukan setiap 3 hari sekali dalam dosis 15 ml per tanama.
Kalimat (1) dianggap tidak lengkap karena tidak ada unsur subjek. Ketidakhadiran subjek disebabkan oleh hadirnya klausal yang. Jika, rapat kedua merupakan bagian yang hendak dijelaskan sebagai subjek, maka penempatan klausal yang pada awal kalimat justru meniadakan fungsinya sebagai subjek. Karena itu, klausal yang harus dihilangkan sehingga kalimat tersebut tersebut memenuhi syarat kelengkapan. Kalimat (2) dikatakan tidak lengkap karena rancu. Kerancuan ini timbul karena unsur predikat mendahului unsur subjek sehingga kalimat tersebut sulit dipahami. Kalau kata tanaman semangka dimaksudkan untuk menduduki fungsi subjek alangkah  lebih baiknya kata tanaman semangka diletakkan di depan sebelum unsur perdikat dalam hal ini dipupuk. Selain itu perlu diingat bahwa penulisan nomor yang kurang dari sepuluh atau kurang dari dua kata hendanya ditulis dengan huruf, misalnya angka 3 hendaknya ditulis tiga dan seterusnya. Dengan demikian, kalimat-kalimat di atas dapat diubah sebagai berikut.
1.      Pendapat kedua adalah adanya kerjasama antara dokter pertama dan dokter kedua.
2.      Tanaman semangka dipupuk dengan menggunakan pupuk NPK (16 : 16 : 16) 0,5 gram, CNO3 0,5 gram perliter dan, urea satu gram perliter, pemupukan dilakukan setiap tiga hari sekali dalam dosis 15 ml pertanaman.
b.   Bentuk Kesalahan dalam Kesejajaran Kalimat

Kalimat efektif harus menampilkan kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dengan bentuk bahasa yang digunakan. Syarat ini penting untuk memperoleh pengungkapan gagasan yang sistematis sehingga mudah dipahami oleh pembaca.  Perhatikan contoh kesalahan kalimat-kalimat berikut:
Dalam pembiayaan Murabahah, Fakultas Ekonomi Unmul akan bertindak selaku perantara dalam memperoleh barang dan mendapat komisi dari translaksi tersebut.
Kalimat tidak memperhatikan syarat kesejajaran. Karena itu, perlu diubah menjadi kalimat yang efektif. Ketidaksejajaran kalimat tersebut terletak pada ketidaksamaan unsur-unsur rinciannya, yakni bentuk pe-an pada unsur pertama dan bentuk me- pada bentuk kedua serta bentuk me- pada unsur ketiga. Selain itu kalimat tersebut juga tidak memperhatikan syarat kelengkapan dengan ketidakhadiran subjek.
c.   Bentuk kesalahan dalam kebernalaran
Kalimat efektif harus memenuhi syarat kebernalaran, yakni hubungan yang masuk akal antarbagian yang hendak dihubungkan atau penggunaan kata-kata yang maknanya sesuai dengan gagasan yang hendak disampaikan.
Perhatikan kalimat berikut ini!
Sedangkan pada proses pensubliman tenaga listrik pastilah ada sejumlah gangguan-gangguan yang kebanyakan adalah gangguan hubung singkat, sehingga diperlukan suatu pengaman untuk mengatasi adanya gangguan tersebut.
Kalimat di atas tidak bernalar. Terdapat kerancuan dalam menyusun sebuah kalimat. Dimana sebuah kalimat yang rancu dapat menyesatkan pembaca. Pesan yang diterima oleh pembaca, tidak sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan penulis. Dengan demikian, apa yang dikehendaki penulis tidak dapat tersampikan melaui tulisannya. Selain tidak memenuhi syarat kebernalaran kalimat di atas juga tidak memperhatikan syarat kecermatan. Di samping itu dalam penyusunan kalimat tersebut tidak tepat dalam menuliskan serapan asing yaitu “penyubliman” yang seharusnya ditulis “penyubliman” . Serapan asing yang belum ada dalam ejaan bahasa Indonesia hendaknya dicetak miring. Sehingga kalimat di atas dapat diubah sebagai berikut.
Sedangkan dalam proses penyubliman tenaga listrik dapat dipastikan ada sejumlah gangguan. Gangguan-gangguan yang dimaksud adalah hubung singkat, sehingga untuk mengatasinya memerlukan suatu pengamanan.
d.   Bentuk Kesalahan Kecermatan Kalimat
Syarat kecermatan dalam kalimat efektif adalah penggunaan bagian-bagian yang benar-benar diperlukan, dan sebaliknya tidak menggunakan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Caranya adalah dengan menghindari pengulangan subjek, bentuk-bentuk bersinonim atau sama fungsi dan bentuk-bentuk jamak secara berganda.
Perhatikan contoh dalam penggunaan kalimat berikut ini!
1.      Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan-kekuranagn yang terpapar dalam skripsi ini, karena kekurangannya dan terbatasnya literatur yang ada pada penulis menyebabkan terwujudnya skripsi jauh dari sempurna.
2.      Tetapi dengan pemakaian dan pemeliharaan peralatan yang baik serta penempatan jenis pengaman maupun sistem pengamanannya, maka gangguan-gangguan tersebut dapat berkurang.
Ketidakcermatan kalimat (1) tampak pada pengulangan bagian banyak kekurangan-kekurangan di mana kalau mempertahankan kata banyak, maka kata kekurangan dihilangkan salah satu, sedangakan kalau mempertahankan kata kekurangan-kekurangan, maka kata banyak ditiadakan.  Ketidakcermatan kalimat (2) dan (3) merupakan kesalahan dalam penggunaan kata penghubung. Penggunaan kata penghubung antarkalimat sama halnya dengan kesalahan penggunaan kata penghubung antarbagian kalimat, yaitu penggunaan kedua jenis penghubung itu dikaburkan. Kalimat (2) kata tetapi merupakan kata penghubung antarbagian kalimat bukan kata penghubung kalimat, sedangkan kalimat (3) kata namun merupakan kata penghubung antarkalimat bukan kata penghubung antarbagian kalimat. Selain itu ketidakcermatan kaliamt (3) tampak pada pengulangan bagian banyak bahan-bahan sehingga dalam penggunaannya hanya boleh salah satu saja. Dengan demikian, kalimat-kalimat di atas dapat diubah sebagai berikut.
1.      Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekuranagan yang terdapat dalam skripsi ini. Hal ini terjadi karena kekurangan dan keterbatasan literatur yang ada pada penulis yang menyebabkan  skripsi jauh dari sempurna.
2.      Namun demikian, dengan pemakaian dan pemeliharaan peralatan yang baik serta penempatan jenis pengaman maupun sistem pengamanannya, maka gangguan-gangguan tersebut dapat berkurang.
Seringkali kita jumpai berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh jamur. Namun, sedikit sekali pengendalinya dengan secara biologis melainkan banyak yang menggunakan dengan bahan kimia, sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan lingkungan.
e.       Bentuk Keslahan dalam Pemakaian Huruf Kapital

Masalah pemakaian huruf kapital, antara lain, berkaitan dengan penulisan kata pertama pada awal paragraf. Menurut kaidah EYD, huruf kapital dipakai pada huruf awal setiap kata dalam judul tulisan, artikel, atau karangan berikutnya adalah pemakaian huruf awal nama diri yang ditulis dengan nama kecil. Sebaliknya huruf awal nama jenis ditulis dengan huruf kapital.

f. Penulisan Kata

Kesalahan penulisan kata, baik kata turunan maupun gabungan atau kata masih terdapat  dalam media massa walaupun tidak telalu banyak. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh ketidakkonsistenan penerapan kaidah ejaan. Kesalahan penulisan kata masih kita jumpai, seperti pada kalimat-kalimat berikut:
1.      Yang harus kita garisbawahi  pada kesempatan ini adalah…
2.      Petugas polisi dan keamanan Australia sering kali bertingkah dan bertindak…

Pada contoh kalimat (1) penulasn garisbawahi diserangkaikan, sedangkan penulisan sering kali pada contoh kalimat (2) dipisahkan atau tidak diserangkaikan. Sesuai dengan kaidah ejaan, penulisan bentuk dasar yang berupa gabungan kata hanya jika pendapat awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikutinya, sedangkan jika hanya mendapat akhiran saja seperti kata garis bawahi harus ditulis terpisah. Lain halnya dengan bentuk sering kali, bentuk ini harus ditulis serangkai dengan gabungan kata tersebut sudah dianggap padu benar seperti halnya kata bagaimana, bilamana, padahal, acapkali, manakala, dan barangkali. Dibawah ini adalah contoh penulisan yang benar.
1.      Yang harus kita garis bawahi  pada kesempatan ini adalah…
2.      Petugas polisi dan keamanan Australia seringkali bertingkah dan bertindak…

Kekeliruan atau kesalahan penulisan kata depan atau preposisi masih juag terdapat dalam media massa, seperti pada kalimat-kalimat berikut.
a.       disamping harga minyak goreng yang naik di seluruh wilayah Indonesia khususnya pulau jawa …
b.      Namun, dilain pihak, Presiden sebagai kepala pemerintahan …

Dalam contoh kalimat (a)–(b) bentuk di merupakan kata depan, bukan awalan. Oleh karena itu, penulisan kata depan pada kata-kata dalam kalimat tersebut harus dipisahkan dari kata yang mengikutinya. Jadi, penulisan yang benar adalah sebagai berikut.
a.       di samping harga minyak goreng yang naik di seluruh wilayah Indonesia, khususnya pulau jawa …
b.      Namun, di lain pihak, Presiden sebagai kepala pemerintahan …

g.      Pemakaian Tanda Baca
Kesalahan atau kekeliruan pemakaian tanda baa, antara lain, meliputi pemakaian tanda titik, tanda koma, dan tanda pisah.
1.      Pemakaian Tanda Koma

Kesalahan pemakaian tanda koma adalah kesalahan yang cenderung tinggi ditemukan dalam data media cetak. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh ketidak konsistenan dalam penerapan kaidah tanda baca atau sebagai akibat pengaruh ragam bahsa lisan.

Data yang ditemukan menunjukkan bahwa kesalahan tersebut tampak pada pemakaian tanda koma untuk keterangan tambahan, keterangan aposisi, bagian terakhir kalimat yang mengandung rincian, ungkapan penghubung intrakalimat, dan ungkapan penghubung antar kalimat. Setelah itu, kesalahan pemakaian tanda koma juga terdapat didalam struktur kalimat majemuk, yaitu dua kalimat setara.

1.)    Penghilangan Tanda Koma

a.       Penghilangan Tanda Koma pada Keterangan Tambahan

Penghilangan tanda koma pada keterangan tambahan seperti terdapat pada kalimat berikut.

Impian panjang mereka selama 25 tahun kini menjadi nyata”.

Selama 25 Tahun pada kalimat diatas merupakan frasa keterangan tambahan. Menurut kaidah ejaan, penulisan frasa keterangan tambahan seperti itu sebaiknya diapit oleh tanda koma sehingga penulisannya tampak pada kalimat dibawah ini.
        
Impian panjang mereka selama 25 tahun kini menjadi nyata”.

b.      Penghilangan Tanda Koma pada Keterangan Aposisi

Penghilangan tanda koma pada keterangan aposisi, misalnya, tampak pada kalimat berikut ini.
Ketika itu, Bagir Manan Ketua Mahkamah Agung (MA) melaporkan kepada Presiden …”
Contoh tersebut adalah kalimat yang mengandung keterangan aposisi, yaitu Ketua Mahkamah Agung (MA) menurut kaidah ejaan, diapit oleh tanda koma. Perbaikannya seperti terlihat pada kalimat dibawah ini.

“Ketika itu Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung (MA) melaporkan kepada Presiden …”

c.       Penghilangan Tanda Koma pada Ungkapan Penghubung Antarkalimat

Kasus penghilangan tanda koma pada ungkapan penghubung antarkalimat sangat tinggi frekuensi pemakaiannya di dalam data. Berikut ini adalah contoh penghilangan tnda koma pada ungkapan penghubung antarkalimat.
           
”Bahkan ada yang sama sekali tidak menghiraukan lagi …”

Kalimat yang mengandung ungkapan penghubung antarkalimat, yaitu bahkan yangdisajikan tanpa diikuti tanda koma. Sesuai dengan kaidah ejaan, penulisan ungkapan penghubung antar kalimat harus diikuti tanda koma. Berikut penulisan yang benar.

”Bahkan, ada yang sama sekali tidak menghiraukan lagi …”


d.      Penghilangan Tanda Koma pada Ungkapan Penghubung Intrakalimat

Ketidakkonsistenan pemakaian tanda koma sebelum ungkapan penghubung intrakalimat tamapak pada contoh berikut.

”Penampilan luarnya amat mengesankan tetapi mutu akademiknya rendah.”

Menurut kaidah ejaan, pemakaian ungkapan penghubung intrakalimat, seperti tetapi terdapat pada kalimat majemuk setara harus didahului oleh tada koma. Dalam contoh tersebut tidak ada tanda koma sebelum penghubung intrakalimat tersebut. Oleh karena itu, sesuai kaidah ejaan, sebelum kata tetapi diberi tanda koma sehingga penulisan yang benar sebagai berikut.

”Penampilan luarnya amat mengesankan, tetapi mutu akademiknya rendah.”

2.)    Penambahan Tanda Koma

Penambahan Tanda Koma Sebelum Unsur Predikat

Data juga memperlihatkan bahwa penambahan tanda koma di antara unsur subjek dan predikat merupakan masalah yang lain pula sehubungan denagn tanda koma terutama apabila salah satu atau kedua unsur tersebut berupa frasa nomina panjang.

”Bangsa Afganistan yang selalu berhasil mengusir pasukan penduduk asing, justru sering gagal menata hubungan harmonis diantara mereka sendiri”.

Bangsa Afganistan yang selalu berhasil mengusir pasukan penduduk asing pada contoh kalimat berfungsi sebagai subjek kalimat yang berupa frasa nominal yang panjang. Penambahan tanda koma di antara unsur subjek dan predikat, seperti pada contoh, kemungkinan akibat pengaruh ragam bahsa lisan yang dimaksud dengan tanda jeda. Menurut kaidah ejaan, pemakaian tanda koma dalam konteks ini tidak benar (harus dibuang). Penulisannya yang benar adalah sebagai berikut.

”Bangsa Afganistan selalu berhasil mengusir pasukan penduduk asing justru sering gagal menata hubungan harmonis diantara mereka sendiri”.

2.      Pemakaian Tanda Pisah

Kesalahan pemakaian tanda pisah yang bermakna ‘sampai dengan’ masih juga terdapat dalam media massa cetak walaupun jumlahnya masih sedikit.

“Rakernas itu berlangsung tanggal 21 – 23 Mei lalu di Jakarta dan …”
”… Peningkatan setiap tahunnya rata-rata 5,5% selama tahun 2006 - 2007 …”

Contoh tersebut adalah bagian kalimat yang di dalamnya terdapat tanda pisah. Maksud pemakaian tanda pisah tersebut sudah benar, yaitu untuk diletakkan di antara dua bilangan yang bermakna ‘sampai dengan’. Hanya saja, cara menyatakannya tidak benar. Sesuai dengan kaidah ejaan, pengetikan tanda pisah dalam konteks itu harus dinyatakan dengan dua buah tanda hubung, tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian, kedua contoh bagian kalimat itu kekurangan satu buah tanda hubung. Menurut kaidah pula tandapisah (--), yang panjangnya dua kali tanda hubung, boleh dipakai untuk konteks makna ‘sampai dengan’. Oleh karena itu, penulisan yang benar adalah sebagai berikut.

“Rakernas itu berlangsung tanggal 21--23 Mei lalu di Jakarta dan …”
“… Peningkatan setiap tahunnya rata-rata 5,5% selama tahun 2006--2007 …”

3.      Pemakaian Tanda Petik

Contoh di bawah ini mengandung kesalahan pemakaian tanda petik.

(1)         Pada kesempatan lainnya Ketua Komisi B DPRD DKI itu pernah mengungkapkan, adalah keliru jika Perda DKI dalam hal ini berhitung untung rugi …
(2)         … bahwa pemerintah seakan-akan ingin “membuldoser” atau mencekoki DPR dengan RUU-RUU yang diajukannya.

Pada contoh kalimat (1) terdapat kalimat langsung, tetapi penyajiannya tidak menggunakan tanda petik. Kesalahan penyajian kalimat langsung itu menimbulkan kesan seakan-akan kalimat itu menjadikalimat tak langsung. Sesuai dengan kaidah ejaan, kalimat langsung itu harus disajikan dengan menggunakan tanda petik seperti pada perbaikan kalimat (1a). berikut dari segi pemakaian, terdapat kekeliruan besar tidak tampilnya tanda petik tersebut karena hal itu dapat ditafsirkan sebagai kalimat jurnalis (bukan kalimat narasumber).

Lain halnya dengan data pada contoh bagian kalimat (2), tanda petik digunakan untuk mengapit kata asing buldoser. Di dalam bukum pedoman ejaan dinyatakan bahwa tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Jadi, pemakaian tanda petik pada bagian kalimat itu tidak benar. Penulisan yang benar adalah menghilangkan tanda petik dan merangkaikan imbuhan mem- dengan kata buldoser menjadi satu kata seperti pada perbaikan bagian kalimat (2a) berikut.

(1a)      Pada kesempatan lainnya Ketua Komisi B DPRD DKI itu pernah mengungkapkan, “Adalah keliru jika Perda DKI dalam hal ini berhitung untung rugi …”
(2a)      … bahwa pemerintah seakan-akan ingin membuldoser atau mencekoki DPR dengan RUU-RUU yang diajukannya.
2.3.2        Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Bentuk Lisan
a.      Kesalahan karena term ekuivokal
Term ekuivokal yaitu term yang dialmbangkan oleh kata yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Jika dalam suatu penalaran terjadi pergantian makna dari term yang sama, maka akan menimbulkan kesesatan penalaran.
Contoh: (1) Abadi adalah sifat Allah
              (2) Adam adalah mahasiswa abadi
              Jadi Adam adalah mahasiswa yang memiliki sifat Allah.

b.      Kesalahan karena tekanan

Yang dimaksud dengan tekanan dalam bahas yaitu suatu jenis unsur supresegmental bahasayang ditandai naik turunnya nada atau nyasing pelannya nada suatu arus ujaran. Dalam bahasa-bahasa tertentu tekanan ini akan dapat mempengaruhi makna. Maksudnya, sebuah term apabila diucapkan dengan tekanan yang berbeda, maka maknanya pun akan berbeda. Dalam bahasa Indonesia tidak ada tekanan yang berfungsi untuk membedakan makna. Namun ada pula bentuk-bentuk yang memiliki struktur fonologis yang sama tetapi merupakan dua buah kata yang berbeda.
Contoh: 
(1a) Dia itu beruang (ber-u-ang)
(1b) Dia itu beruang (be-ru-ang)
(2a) Amir sedang memetik jambu monyet
(2b) Amir sedang memetik jambu/monyet (tanda / sebagai jeda)
Contoh seperti di atas disebut kekecualian atau kasus karena tidak ada aturan dalam bahasa Indonesia yang seperti itu. Hal tersebut bukan sebagai akibat dari sistem bahasa Indonesia yang seperti itu. Hal tersebut bukan sebagai akibat dari sistem bahasa Indonesia melainkan merupakan unsur kebetulan. Kata-kata yang dicetak miring merupakan dua buah kata bahasa Indonesia yang kebetulan memiliki struktur fonologis yang sama. Kata beruang (ber-u-ang) artinya ‘mempunyai uang’ sedangkan berang (be-ru-ang) maksudnya ‘nama binatang’. Jambu monyet merupakan kata majemuk yang menyatakan ‘nama jenis buah’ sedangakan jambu/monyet merupakan klausa yang menyatakan makna ‘makian’ atau ‘marah’.

c.       Kesalahan karena makna kiasan

Kita mudah membicarakan analogi metafora. Hal itu mengisyaratkan bahwa kita dapat melambangkan sebuah term, tetapi di samping itu terdapat pula makna sampingannya. Ada analogi arti sebenarnya dana analogi arti kiasan. Maksudnya, di samping persamaan, sekaligus terdapat perbedaanya. Jika dalam sebuah penalaran makna kiasan disamakan dengan makna sebenarnya atau sebaliknya, maka akan terjadi kesesatan karena makna. Suatu yang sangat aneh jika hal itu sampai terjadi, sampai ada orang yang mencampuradukkan makna kiasan dengan makna  sebenarnya dari suatu ungkapan. Kesesatan seperti ini biasanya terjadi secara sengaja yang dilakukan oleh para pelawak untuk menimbulkan suatu kelucuan agar orang lain tertawa.
Contoh : (1a) Tangan Amir melambai-lambai
               (1b) Nyiur di tepi pantai itu melambai-lambai.
                Jadi: Tangan Amir sama denga Nyiur di tepi pantai.

d.      Kesalahan karena Amfiboli

Amfiboli akan terjadi jika sebuah struktur kalimat mempunyai makna ganda atau bercabang. Perbedaan penfsiran itu karena aksen atau jeda, tetapi karena pembicara atau penulis membuat kalimat yang memang sedemikian rupa sehingga maknanya bercabang.
Contoh: Mahasiswa yang duduk di atas kursi yang paling belakang itu putra Pak Camat.
Membaca kalimat tersebut kita mungkin akan menafsirkan apa yang paling belakang itu? Mahasiswanya atau mejanya. Jika dalam sebuah penalaran kalimat amfiboli di dalam premis digunakan untuk arti yang satu, sedangkan di dalam konklusi artinya berbeda, maka terjadilah kesesatan karena amfiboli. Disini dituntut kehati-hatian pembicara atau penulis untuk menggunakan kalimat-kalimat sejenis itu.

e.   Kesalahan karena komposisi dan devisi

Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai individu-individu suatu kelompok kolektif. Kalau kita menyimpulkan bahwa predikat itu juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya, maka penlaran kita sesat karena komposisi. Misalnya, ada beberapa anggota-anggota polisi yang menggunakan senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps kepolisian itu terdiri atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk kelompok kolektif dan berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa setiap anggota dari kelompok kolektif itu tentu juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu sesat karena devisi.

f.       Kesalahan karena pertanyaan yang kompleks

Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat kompleks yang dapatdijawab oleh lebih dari satu pernyataan, meskipun kalimatnya sendiri tunggal.
Contoh, jika ada pertanyaan, “Coba sebutkan macam-macam kalimat!”, maka jawabannya anatara lain: Kalimat tunggal dan kompleks ; kalimat berita, perintah, dan pertanyaan ; kalimat aktif dan pasif ; kalimat susun normal dan inversi.

2.4        Upayan untuk Meningkatkan Keterampilan Bahasa dengan Baik dan Benar

Sebenarnya, kesalahan umum penggunaan bahasa indonesia dalam masyarakat merupakan suatu hal yang wajar. Kesalahan itu terjadi, karena bahasa indonesia sedang berkembang. Di satu pihak para pakar bahasa menyarankan penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah, tetapi di pihak lain masyarakat masih terbiasa berbahasa dengan mengabaikan kaidah. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kesalahan umum itu harus dibiarkan berlarut-larut. Sudah saatnya, kesalahan itu kita atasi dengan segera.

Upaya untuk menyelasaikan masalah tersebut, penggunaan bahasa harus berupaya meningkatkan keterampilannya dalam memperagakan bahasa indonesia yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini mudah di ucapkan namun susah dalam pelaksanaannya, karena semua itu memerlukan kesadaran dan kemauan para pengguna bahasa indonesia untuk memperbaiki diri jika ia membuat kesalahan.

Hal-hal yang berkaitan dengan kesadaran dan kemauan itu, dapat di golongkan menjadi empat kelompok, diantaranya:

1.      Golongan yang tidak tahu bahwa ia tidak tahu
2.      Golongan yang tahu bahwa ia tidak tahu
3.      Golongan yang tahu bahwa ia tahu
4.      Golongan yang tidak tahu bahwa ia tahu

Penggolongan tersebut dapat di tafsirkan sebagai berikut.
Jika saya termasuk golongan yang pertama, itu berarti tidak seorangpun yang boleh menasihati saya supaya saya menggunakan Bahasa Indonesia dengan benar. Saya tidak menyadari bahwa saya tidak tahu aturan bahasa. Jika golongan yang kedua, saya akan menerima nasihat dari siapapun tentang penggunaan bahasa indonesia yang benar karena saya sadar bahwa saya tidak mengetahui aturan bahasa bahasa. Jika golongan yang ketiga, saya akan merasa puas dengan pengetahuan yang sudah saya miliki tentang penggunaan bahasa yang benar. Jika golongan yang keempat, saya akan selalu mencari dan bertanya tentang kaidah penggunaan bahasa yang baik dan benar, karena pengetahuan yang sudah saya miliki masih bulum cukup.




BAB III
PENUTUP
3.1      Kesimpulan

Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik bahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontrak sosial. Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku.
Hambatan mahasiswa dalam penggunaan bahasa indonesia dilingkungan kampus dan dilingkungan sosial di pengaruhi oleh:

1. Kesalahan dalam Bentuk Penulisan:
a.       Bentuk kesalahan dalam kelengkapan kalimat.
b.      Bentuk Kesalahan dalam Kesejajaran Kalimat.
c.       Bentuk kesalahan dalam kebernalaran dan penulisan kalimat.
d.      Bentuk Kesalahan Kecermatan Kalimat.

2. Kesalahan dalam Bentuk lisan:
a.       Kesalahan karena term ekuivokal
b.      Kesalahan karena aksen atau tekanan
c.       Kesalahan karena makna kiasan
d.      Kesalahan karena Amfiboli
e.       Kesalahan karena komposisi dan devisi
f.       Kesalahan karena pertanyaan yang kompleks

3.2      Saran

Hasil analisis ini dapat digunakan oleh peneliti berikutnya sebagai bahan acuan dalam menganalisis kesalahan bahasa dari unsur yang lain. Serta hasil analisis ini dapat memberikan masukan kepada mahasiswa, bahwa bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kalimat dan pembetulannya yang telah dipaparkan di atas sebagai pedoman untuk menggunakan ragam kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam menulis maupun dalam pengucapannya.


















DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan et all. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Busri, Hasan. 2002. Sintaksis Bahasa Indonesia. Malang: FKIP Unisma.
Prastyaningsih, Luluk Sri Agus. 2001. Ilmu Bahasa (Linguistik). Malang: FKIP Unisma.
Werdiningsih, Dyah. 2002. Menulis I. Malang: FKIP Unisma.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar